Oleh : Muhammad Aldiyat Syam Husain, Wakil Ketua Komisi Hukum Dan Ketahanan Nasional PB HMI (MPO)
Dewan Perwakilan Rakyat akhirnya mengesahkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (selanjutnya disebut Perppu 2/2022 atau Perppu Ciptaker) pada 21 maret 2023. Dari UU Ciptaker lama sampai Perppu Ciptaker baru sudah menjadi sorotan publik dan mendapat kritikan serta penolakan oleh sebagian besar elemen masyarakat dan jaringan Gerakan sosial dihampir seluruh Indonesia.
Sebelumnya, Undang-Undang Ciptaker lama telah menjadi hot issue. Undang-Undang ini merupakan Omnibuslaw yang menggabungkan beberapa aturan yang substansi pengaturannya berbeda, menjadi satu peraturan dalam satu payung hukum, dimana didalamnya merangkap 11 klaster peraturan yang meliputi penyederhanaan perizinan, persyaratan investasi, ketenagakerjaan, pengadaan lahan, kemudahan berusaha, dukungan riset dan inovasi, administrasi pemerintahan, pengenaan sanksi, kemudahan pemberdayaan dan perlindungan UMKM, investasi dan proyek, serta pemerintah kawasan ekonomi.
Setelah pidato Presiden Joko Widodo di tahun 2020, pemerintah membentuk satgas pembentukan undang-undang ini yang kemudian draftnya dilanjutkan ke DPR RI. Dalam proses pengesahan UU ini diljalankan sangat terburu-buru bahkan DPR RI rela untuk mengadakan rapat secara cepat. Disaat yang bersamaan banyak pihak yang menolak disahkannya UU Ciptaker ini bahkan setelah resmi menjadi undang-undang diajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi.
Setelah dilakukan peninjauan secara seksama, mengutip keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 91.PUU-XVIII/2020 yang menyatakan bahwa Undang-Undang Nomor 11/2020 tentang Cipta Kerja adalah cacat formil dengan begitu UU Ciptaker dinyatakan inkonstitusional bersyarat.