Oleh: Kanda Ahmad Ashabu Shifa, Mide Formatur HMI MPO Komisariat Unbaja
Awal diajak bertemu di salah satu Caffe pun aku sudah dihantui curiga. Feeling ku sebagai manusia mengatakan bahwa orang yang akan menemuiku membawa rekan-rekannya.
Benar tebakku, ia sudah duduk bersama 2 orang di bagian pojok Caffe. Sebut saja namanya mereka Alex dan Andre. Lantas aku beserta rekanku menghampiri meja mereka.
Si Alex terlihat salah tingkah melihat kedatangan kami, lebih tepatnya ketika melihat aku yang berjalan di belakang. Bukan, ini bukan kisah romantis seperti ekspektasimu.
Mari kita lanjut agar kamu paham cerita ini membahasa tentang apa ini…
Selang beberapa detik Alex terdiam, ia pun mempersilakan kami duduk. Tidak lama kemudian Alex bertanya, “Dari mana aja?”
Temanku, sebut saja namanya Andi menjawab “Abis kecelakaan terus gue nengok ke rumahnya,” jawabnya.
Alex langsung mengalihkan pandangannya ke handphone. Tak selang berapa lama, Alex pun mengecas HP-nya.
Sebelum meletakkan HP-nya, ia berkata “Tuh cuy liat wallpaper HP gue, karena cintanya gue sama organisasi ini,” sambil memamerkan HP yang memasang wallpaper logo organisasi.
Aku yang tahu sepak terjangnya dalam organisasi tertawa kecil lalu menjawab “Tapi sayang lu ga dianggap,” jawabku dengan santai.
Alex pun langsung emosi dan bertanya “Maksudnya apaan?” Dengan santai ku jawab “Gatau gue geh maksudnya apa.”
Alex yang masih emosi pun menimpali “Seorang mahasiswa ko berani berbicara tapi ditanya lagi malah jawab begitu,” katanya dengan senyum sinis karena merasa menang.
Akhirnya aku pun menjawab “Iya lo mengakui, tapi sayangnya lo ga di anggap di organisasi tersebut. Tau ga lu kalau ini juga markas organisasi itu?” aku merasa menang karena langsung menohok.
Andi pun langsung menengahi “Udah sih sama sama satu organisasi debat!” katanya dengan nada tersulut emosi.
“Gue emng dianggap ? Aih ga percaya, mau gue kontak pengurus pusatnya tah?” sambung Alex
Aku menimpali “Gue juga kenal, silahkan telpon,” jawab gue dengan santai.
Aku pun menyambung “Organisasi yang ditunggangi ini ada perpecahan. Anggap ada organisasi A dan B. Emang lu di A dianggap ? Di B juga lu ga dianggap,” ucapku dengan ketus.
Alex pun menanggapi “Aih nantangin di telepon nih organisasi A-nya,” ujarnya dengan sombong.
Aku pun mempersilakannya untuk menelpon pengurus pusat. Tiba-tiba Alex mengalihkan “Apa mau sekalian ketua organisasinya gue panggil?” ucapnya.
Lagi-lagi aku mempersilakannya, bukan karena aku kalah berdebat, tapi karena aku tahu apa yang akan terjadi.
Benar dugaanku, Alex kalah berdebat lagi dan mengalihkan pembicaraan dengan menanyakan “Umur berapa? Diajarin sopan santun ga?”
Aku dengan santainya menjawab “Atuh lebih tua Anda, gue santun buktinya sekarang duduk biasa aja. Sorry gue dari kecil diajarin dan dididik tentang agama,” jawabku dengan santai.
Alex pun terdiam, dan Andre pun pergi keluar karena menerima telepon. Alex pun tiba-tiba bertanya “Kapan organisasi B perkaderan? Kembangkan itu organisasi yang bagus,” katanya.
Aku hanya menjawab singkat bahwa perkaderan akan diadakan dalam waktu sesegera mungkin, dan mengabaikan apa yang ia katakan.
Tak lama kemudian Andre kembali bergabung lagi dan berbicara “Dimana ada lu pasti selalu ada Andi,” candanya.
Aku jawab aja “Kalau gua ga nolongin temen gua yang kecelakaan, ga bakal bisa ketemu sama Panji, berhubung dia ketemu di rumah Andi yang tabrakan, akhirnya si Panji ajak gue untuk ngopi, dan ini cuman kebetulan,” jawab gue dalam sekali tarikan nafas.
Beberapa menit kemudian, aku dan Andi pamit pulang. Dan ya, Alex tetap basa-basi mengucapkan hati-hati.
Selesai
Tak perlu dipahami, sebab ini hanyalah halusinasi dalam kedai kopi.
Hanya sekedar halusinasi dalam malam yang sunyi
Hampa tanpa suara
Hanya bintang dan bulan yang menghiasi indahnya temaram
-Buchip (Ashabu Shifa), Desember 2021