“Anak tersebut sejatinya dapat mengembangkan potensinya. Jadi kaitannya dengan ABK, kita harus terus mengupayakan mengembangkan apa yang dimiliki, tidak bisa oleh sekolah saja. Tapi semua
stakeholder baik dari yang berkecimpung di pendidikan umum lalu dunia usaha, industri, instansi swasta maupun pemerintah harus terlibat di dalamnya,” terangnya.
Mendirikan SKh
Alghisafa Labuan tentu tidak serta merta berjalan mulus. Aldy mengaku dirinya pernah mengalami kesulitan dalam mengurus perihal administrasi. Ia juga mengungkap, bahwa mayoritas orangtua yang memiliki ABK, cenderung abai terhadap kebutuhan anaknya.
“Kemudian sosialisasi kepada masyarakat harus terus dilakukan. Karena masyarakat di Pandeglang yang memiliki ABK cenderung menutup diri dan tidak peduli,” katanya.
Tak jarang pula, kita jumpai ABK yang sengaja disekolahkan di sekolah umum. Hal ini tentunya menjadi keresahan tersendiri bagi pegiat pendidikan ABK.
“Kalau kita bicara pendidikan, Alhamdulillah dalam satu tahun terakhir jumlah SKh di Provinsi Banten meningkat secara signifikan. Terutama sekolah swasta, ada peningkatan pelayanan secara pendidikan,” ucapnya.
Aldy menyebut bahwa Provinsi Banten sudah tergolong cukup ramah terkait dengan pelayanan disabilitas. Misalnya, sudah ada layanan publik yang memiliki aksesibilitas khusus di
Kota Serang, Perda Inklusi di Kabupaten Pandeglang, dan yang terbaru sudah melibatkan dunia industri.
“Tetapi kalau untuk secara eksekusinya, masih butuh waktu. Meskipun sudah ada upaya dan ada perhatian. Perlu digaris bawahi, bentuk perhatian terhadap ABK jangan sampai putus di tengah jalan, tapi harus ada tindaklanjut dari
stakeholder terkait,” ujarnya.