Oleh: Kanda Arif Firmansyah, Ketum
HMI MPO Komisariat
UIN SMH Banten
Bulan Dzulhijjah merupakan bulan yang ditunggu- tunggu oleh umat muslim di seluruh dunia. Pun juga bulan Dzulhijjah menjadi bulan yang spesial setelah bulan Ramadhan berlalu, terlihat dari berbagai kegiatan yang dibuat oleh Dewan Kemakmuran Masjid ( DKM) ataupun Remaja Islam Masjid (Risma) di beberapa masjid untuk menyambut hari raya Idul Adha.
Contohnya; perlombaan anak-anak, khitanan massal, bersih-bersih masjid, dan lain-lain sampai di puncak acara yaitu shalat Idul Adha dan penyembelihan hewan
qurban.
Ada dua peristiwa besar di bulan Dzulhijjah.
- Ibadah haji, yang puncaknya adalah wukuf di Arafah pada tanggal 9 Dzulhijjah.
- Penyembelihan hewan qurban, yang di mulai tanggal 10 Dzulhijjah. Pada hari inilah seluruh seluruh jama’ah haji di Tanah Suci maupun umat Islam di seluruh dunia merayakan Hari Raya Idul Adha.
Berkaitan dengan ibadah haji, setidaknya ada satu hikmah yang bisa kita petik. Ibadah haji seperti halnya ibadah shalat, puasa, zakat, dan ibadah-ibadah ritual lainnya, sesungguhnya mengajarkan
kepasrahan, ketundukan, dan ketaatan total kepada Allah Swt
Betapa tidak? Seorang muslim di seluruh dunia yang mungkin terbiasa berpakaian bagus dan mahal akan tetapi berbeda ketika melakukan ibadah haji di Tanah Suci, ia harus melepaskan berbagai kemewahan yang melekat di tubuhnya, ia rela dan pasrah hanya mengenakan pakaian ihram yang sederhana bahkan tak berjahit.
Saat itu, mereka meninggalkan semua kemewahan duniawi. Bisa saja ia di rumahnya terbiasa menggunakan AC untuk meredakan hawa panas di rumahnya, saat berhaji ia rela dan pasrah berjalan kaki atau berlari- lari ketika
tawaf atau
sai’ meski di tengah terik matahari yang menyengat. Ia juga mungkin saat di rumahnya terbiasa tidur nyaman, duduk di sofa yang mewah, di ruangan yang lapang, luas. Tapi ketika melakukan ibadah haji? Ia rela dan pasrah serta tunduk, patuh meski harus berdesak- desakan dengan jamaah haji lainnya saat melempar jumrah atau sekedar untuk mencium Hajar Aswad.